Beberapa
tahun sebelum Papah berpulang, beliau sakit lama. Berulang kali masuk rumah
sakit. Mulai dari pemasangan ring, sampai tidur di ruang tunggu ICU saat Papah
baru selesai operasi by pass jantung. Berharap Papah kembali bugar.
Saya anggap itu: pengabdian.
Sampai
ketika saat itu tiba. Setelah sebulan lebih dirawat di rumah sakit, tiba-tiba
Papah drop dan terus kehilangan kesadaran. Dalam doanya, Mamah sempat berbisik,
andai Papah harus mengakhiri kesakitannya, Mamah ikhlas. Sebelumnya, beliau
berdua memang sudah saling memaafkan dan mengikhlaskan.
Mamah
terus merapal doa, menuntun Papah sebisanya, sampai para dokter meminta beliau
menepi. Dan Papah pun kembali. Pulang ke keabadian. Tanpa derai tangis, tanpa
ratapan. Hanya tatapan tabah. Ikhlas? Yang jelas, Mamah merasa belum
puas merawat Papah.
Karena
suatu hal, Mamah sendirian yang mensucikan Papah. Dan terus menemaninya dalam
ambulan jenazah, dalam perjalanan membelah malam antara Ambarawa-Tasikamalaya.